Android? Saya
kira tidak perlu lagi dipertanyakan apa itu android, hampir semua orang tahu
apa itu android. Android telah menjelma
menjadi sistem operasi mobile terpopuler di dunia. Namun, apakah kalian yang pengguna
android itu sendiri tahu siapa penciptanya? Siapa yang pertama kali
mengembangkan android itu? Disini saya sedikit menjelaskan apa itu android dan
siapa orang dibalik dari kesuksesan android itu.
Sejarah dari Android
Seperti yang kalian tahu, Google memang adalah pengembang Android, namun bukan raksasa internet ini yang melahirkannya. Android pada mulanya didirikan oleh Andry Rubin, Rich Miner, Nick Sears & Chris White pada tahun 2003. Namun dibalik ke-4 orang ini, ada salah satu orang yang paling berpengaruh terhadap Android? Siapakah dia? Naaah, betul banget, dia adalah Andy Rubin.
Andy Rubin lahir pada tanggal 22 Juni 1946 di New Bedford, Amerika Serikat. Dia adalah pengembang dari Android OS. Sejak kecil, Rubin sudah terbiasa melihat banyak gadget baru. Ini karena ayahnya, seorang psikolog yang berpindah profesi ke bisnis direct marketing, menyimpan produk elektronik yang akan dijualnya di kamar Rubin. Ia memiliki minat besar pada segala hal yang berbau robot. Di Carl Zeiss A.G., tempat pertama kali ia bekerja setelah lulus kuliah, Rubin ditempatkan di sebuah divisi robotika, tepatnya pada komunikasi digital antara jaringan dengan perangkat pengukuran dan manufaktur. Setelah dari Carl Zeiss, ia sempat bekerja di bidang robot di sebuah perusahaan di Swiss.
Karier Rubin di bidang robotika nampaknya semakin cerah, namun hidupnya berubah gara-gara liburan di Cayman Island pada tahun 1989. Saat sedang mengunjungi kepulauan tropis di Jamaika itu, Rubin tak sengaja bertemu dengan seorang bernama Bill Caswell. Pria ini sedang tidur di tepi pantai, terusir dari sebuah cottage setelah bertengkar dengan pacarnya. Rubin menawarkan pria itu tempat tinggal dan sebagai balas budi, Bill Casswell menawarkannya pekerjaan. Kebetulan yang menakjubkannya adalah pria itu bekerja di Apple. Di Apple, Rubin mengalami masa-masa yang menyenangkan.
Pada saat itu, Apple masih dalam kondisi baik berkat komputer Macintosh. Budaya Apple pun menular pada diri Rubin. Di sana ia sempat melakukan kejahilan, seperti memprogram ulang sistem telepon sehingga ia bisa berpura-pura sebagai sang CEO, John Sculley. Lelucon seperti itu mungkin akan disukai Steve Jobs, pria yang gemar membuat lelucon lewat telepon, namun ketika itu adalah periode Apple tanpa Jobs. Dari bagian manufaktur, Rubin pindah ke bagian riset di Apple. Kemudian, pada tahun 1990, Apple melakukan spin off untuk membentuk sebuah perusahaan bernama General Magic dan Rubin ikut serta di dalamnya. General Magic berfokus pada pengembangan perangkat genggam dan komunikasi. Para engineer yang sangat gila untuk bekerja, termasuk Rubin tentunya, berhasil mengembangkan sebuah peranti lunak bernama Magic Cap. Sayangnya, Magic Cap tidak mendapat sambutan dari perusahaan handset dan telekomunikasi. Beberapa yang menerapkan Magic Cap hanya melakukannya sebentar. General Magic pun akhirnya hancur.Beberapa pengembang di General Magic, bersama beberapa veteran Apple, kemudian mendirikan Artemis Research. Perusahaan ini mengembangkan sesuatu bernama webTV, sebuah upaya awal untuk menggabungkan Internet dengan televisi. Rubin bergabung dengan Artemis untuk ikut mengembangkan webTV tersebut. Saat Microsoft membeli Artemis, di 1997, Rubin pun ikut bergabung dengan perusahaan raksasa itu. Episode gila khas Rubin kembali terjadi di Microsoft. Rubin membangun sebuah robot yang dilengkapi kamera untuk menjahili rekan-rekannya. Gilanya, robot itu terhubung ke Internet dan pada satu insiden sempat dibobol oleh pihak di luar Microsoft. Pada tahun 1999, Rubin keluar dari webTV (dan artinya, ia tak lagi menjadi karyawan Microsoft). Ia kemudian menyewa sebuah toko di Palo Alto, California, salah satu kota terkenal di California (USA), dan menyebut toko itu sebagai laboratorium.
Di tempat yang penuh
dengan berbagai mainan robot koleksi Rubin, lahirlah sebuah ide untuk produk
baru. Bersama beberapa rekannya, Rubin kemudian mendirikan Danger Inc. Sukses
diraih Danger melalui sebuah perangkat bernama Sidekick. Aslinya, perangkat ini
dinamai Danger Hiptop, namun di pasaran ia dikenal sebagai T-Mobile Sidekick.
“Kami ingin membuat sebuah perangkat, kira-kira seukuran batang
cokelat, dengan harga di bawah 10 dolar dan bisa digunakan untuk men-scan
sebuah benda serta mendapatkan informasi soal benda itu dari Internet. Lalu,
tambahkan perangkat radio dan transmiter, jadilah Sidekick,” tutur Rubin mengenai
Sidekick.
Saat ini, Sidekick memang sudah terlihat usang, namun pada masanya, Sidekick adalah sebuah benda yang ganjil dengan konsep teknologi yang melampaui zaman. Perangkat itu, menurut Rubin, merupakan pengakses data dengan kemampuan telepon. Ketika muncul di pasaran, Sidekick harus menghadapi kenyataan bahwa PDA sedang kehilangan pasar. Namun, Rubin menegaskan bahwa Sidekick bukanlah PDA.
“Seharusnya, orang-orang bukan bertanya apakah ini PDA atau ponsel. Mereka harusnya bertanya, apakah ini platform untuk pengembang pihak ketiga? Ini adalah hal yang baru. Ini adalah untuk pertama kalinya sebuah ponsel dijadikan platform untuk pengembang pihak ketiga,” kata Rubin.
Sekarang, apa yang dikatakan Rubin bukan hal aneh lagi. Lihat saja Apple dengan jutaan aplikasi pihak ketiga yang hadir di iPhone. Hal lain yang dilakukan Danger, yang pada masa itu belum terpikirkan, adalah menjembatani antara pembuat handset dengan penyedia jaringan. Danger memutuskan untuk berbagi keuntungan dengan T-Mobile dalam layanan Sidekick. Dengan demikian, Danger tak mengandalkan penjualan handset sebagai sumber penghasilan satu-satunya, namun juga dari layanannya. Ini membuat perusahaan pembuat perangkat (Danger) memiliki tujuan yang sama dengan penjual perangkat (operator telekomunikasi T-Mobile).
Rubin meninggalkan Danger pada tahun 2004. Pada 2008, perusahaannya itu dibeli oleh Microsoft. Sang raksasa rupanya tertarik untuk memasuki bisnis ponsel dengan lebih agresif lagi. Nilai yang ditawarkan pun tidak tanggung-tanggung. Menurut kabar yang beredar Microsoft membeli Danger dengan harga 500 juta dolar. Namun, pembelian Danger oleh Microsoft ternyata tidak membawa hasil yang berbunga-bunga. Para eksekutif yang tersisa dari Danger digabungkan oleh Microsoft ke dalam Mobile Communication Business, dari divisi Entertainment dan Devices. Kemudian, mereka diminta mengembangkan sebuah ponsel yang dikenal dengan sebutan Project Pink. Targetnya, ponsel ini harus bisa menjadi pesaing iPhone dan BlackBerry. Menurut ComputerWorld, Project Pink menderita penyakit klasik di sebuah perusahaan besar. Karena proyeknya cukup bergengsi, ia diperebutkan oleh beberapa pihak. Dan lebih parahnya lagi, perkembangannya makin melenceng dari yang diinginkan. Contohnya, awalnya ponsel itu akan dikembangkan dengan basis Java namun kemudian diminta untuk menggunakan sistem operasi Microsoft.
Sayangnya, Windows Phone 7 yang seharusnya bisa
digunakan untuk Project Pink, belum siap. Dan hasilnya, saat diluncurkan,
ponsel yang akhirnya bernama Microsoft Kin ini menggunakan sistem operasi
Windows untuk ponsel yang “lawas”. Sambutan pasar yang dingin pun membuat Kin akhirnya
harus ditutup, hanya beberapa bulan sejak diluncurkan. Nasib layanan Sidekick,
yang diwarisi Microsoft dari Danger, juga tak terlalu baik. Dalam satu insiden,
yang masih belum diketahui pasti apa penyebabnya, pelanggan Sidekick tiba-tiba
kehilangan semua data mereka. Satu hal yang perlu diketahui, semua data pada
Sidekick memang disimpan ‘di awan’ (dalam hal ini pada server yang dikelolah
Microsoft dan bisa diakses melalui Internet). Nah, ketika server itu mengalami
gangguan, semua data pengguna Sidekick pun lenyap.Pada awal tahun
2002, Rubin sempat memberikan sebuah kuliah di Stanford mengenai pengembangan
Sidekick. Karena, meski penjualan Sidekick di pasaran tak meledak, perangkat
itu dinilai cukup baik dari sisi engineering. Sebuah kebetulan bahwa Larry Page
dan Sergei Brin, pendiri Google, ikut hadir dalam kuliah tersebut. Selepas
kuliah, Larry Page menemui Rubin untuk melihat Sidekick dari dekat. Rupanya,
Larry Page melihat, perangkat itu menggunakan search engine Google. “Keren,”
ujar Larry Page. Ini adalah sebuah titik tolak bagi Larry Page untuk sebuah ide
yang dalam beberapa tahun kemudian akan terwujud, sebuah ponsel Google. Kurang
lebih dua tahun setelah itu, Rubin telah meninggalkan Danger dan mencoba
melakukan hal-hal baru. Termasuk di antaranya mencoba memasuki bisnis kamera
digital sebelum akhirnya ia mendirikan Android.
Rubin menginkubasi Android saat ia menjadi enterpreneur-in-residence bersama perusahaan modal ventura Redpoint Ventures di tahun 2004.
“Android berawal dari satu ide sederhana, sediakan platform mobile
yang tangguh dan terbuka sehingga bisa mendorong inovasi lebih cepat demi
keuntungan pelanggan,” ujar Rubin.
Kemudian pada bulan Juli 2005, sudah 22 bulan setelah Android berdiri, perusahaan itu ditelan oleh raksasa Google. Mereka mulai mengakui keberadaan Android dengan membelinya secara penuh dan menjadikan salah satu produk unggulannya. Salah satu faktor keberhasilan Android sebagai sistem operasi adalah terbukanya Google terhadap perangkat lunak yang diperbolehkan masuk (Open Source). Selain itu, Android juga telah mempunyai komunitas developer aplikasi tersendiri yang dapat meningkatkan fungsi perangkat seperti game android misalnya dan mungkin saat ini sudah lebih dari sejuta aplikasi yang bisa dioperasikan melalui Android, dan Google Play menjadi apps shop utamanya. Di sana banyak sekali aplikasi yang bisa diunduh secara bebas baik yang berbayar maupun gratis.
Rubin pun memilih untuk bergabung dengan Google. Ketika membeli Android Inc., Google tidak menyebutkan dengan rinci berapa harga yang dibayarkan dan apa yang ingin dilakukannya dengan perusahaan itu. Bahkan, Google menyebut pembelian itu sebagai akuisisi terhadap sumber daya manusia dan teknologinya saja. Selain Andy Rubin, Google memang meraup banyak orang-orang brilian dari Android. Ini termasuk Andy McFadden (pengembang WebTV bersama Rubin, dan juga pengembang Moxi Digital); Richard Miner (mantan Vice President di perusahaan telekomunikasi Orange); serta Chris White (pendiri Android dan perancang tampilan serta interface WebTV).
Bersama Google, Android
diberi kekuatan ekstra. Perusahaan asal Mountain View, California itu kemudian
membentuk Open Handset Alliance untuk mengembangkan perangkat bagi Android. Pada
bulan September 2007 Google mulai mengajukan hak paten untuk aplikasi telepon
selular, namun dalam tahun ini android masih dalam tahap pengembangan dan
pencarian anggota pengembang Android. dan hingga pada pertengahan tahun 2008
sudah mulai banyak produsen yang bekerjasama dengan OS Android milik Google
tersebut.
“Google tak bisa melakukan segalanya. dan kami tidak perlu itu. Itulah
mengapa kami membentuk Open Handset Alliance dengan lebih dari 34 rekanan,”
ujar Rubin.
Ponsel pertama yang memakai sistem Operasi Android adalah HTC Dream yang di rilis pada tanggal 22 Oktober 2008 dan pada awal tahun 2009 mulailah para pengembang ponsel menggunakan OS android ini dan di perkirakan setidaknya 18 ponsel bersistem OS Android rilis di awal tahun 2009. Perangkat Android yang hadir di pasaran memang bukan buatan Google. Petarung kelas berat Android termasuk HTC, Motorola, dan Samsung masing-masing melemparkan ponsel Android andalan mereka ke pasaran.
“Sekedar melemparkan peranti lunak tidaklah cukup,” Rubin menjelaskan, “Anda perlu handset yang dikembangkan untuk peranti lunak ini dan penyedia jaringan yang mau memasarkannya.”
Di AS, Motorola Droid jadi salah satu senjata Verizon Wireless melawan AT & T dengan iPhone-nya. Sedangkan Nexus One, ponsel Android Google buatan HTC, hadir tanpa “ikatan dinas” pada satu operator tertentu. Kehadiran Android nampaknya berusaha menggoyang dominasi pasar ponsel di AS. Di Indonesia, Android pun nampak siap jadi primadona setelah muncul dengan gegap gempita dalam Indonesia Celullar Show 2010.
“Saya tahu bakal ada FUD (fear, uncertainty, doubt). Namun, kami telah melihat beberapa kompetitor mengikuti apa yang kami lakukan. Jadi sepertinya, kami memang di jalan yang benar,” ujar Rubin.